Article Detail
Makam WR Supratman
Makam WR Supratman: Sang Pencipta Lagu Indonesia Raya yang Meninggal di Usia Muda
Di sana, di daerah Kenjeran Surabaya tersebut terbaring seorang pahlawan bangsa, seorang komposer yang lagunya Indonesia Raya kini dipakai sebagai lagu kebangsaan. Dialah Wage Rudolf Supratman.Makam WR Supratman ini terletak di Jalan Kenjeran, Surabaya Timur.
Siswa SD Santo Yosef Surabaya khususnya siswa kelas 4 mengunjungi kawasan Makam WR Supratman. Begitu sampai di bagian depan kompleks makam berpagar tersebut, kita akan melihat tulisan “WR Supratman Pencipta Lagu kemerdekaan Indonesia Raya”. Kompleks Makam WR Supratman diresmikan pada 18 Mei 2003. Begitu masuk di dalam, satu hal yang langsung akan menarik perhatian kita adalah patung WR Supratman yang sedang memainkan biola. Ya, di tengah sana patung berkacamata setinggi 2,5 meter itu berdiri, berteman tiang bendera di depannya dan prasasti bertuliskan bait lagu Indonesia Raya di belakangnya. Sementara di bagian kanan terdapat bangunan berbentuk joglo. Di dalam joglo tersebut, jasad WR Supratman disemayamkan. Yang menarik, pada makam WR Supratman ini berbentuk siluet biola pada bagian tengahnya. Dan pada makam tersebut juga terdapat potongan not balok dan syair lagu “Indonesia tanah airku, Indonesia Tanah jang mulja, Indonesia tanah jang sutji”.
Hikayat WR Supratman
Sementara di sisi kiri, terdapat prasasti yang berisi hikayat sejarah WR Supratman. Dalam prasasti tersebut diceritakan bagaimana kisah sang violis tersebut. Sang komponis besar Wage Rudolf Supratman ini dilahirkan di Jatinegara Jakarta pada 9 Maret 1903. Pada 1914, dibawah asuhan kakak iparnya WM Van Eldik dirinya lalu pindah ke Makassar dan belajar gitar dan biola di kota itu. WM Van Eldik adalah suami dari kakak WR Supratman yang bernama Roekijem. Lima tahun kemudian yaitu pada 1919, WR Supratman bersekolah di sekolah guru dan kemudian diangkat menjadi guru.
Minatnya dalam bermusik tak lantas berhenti namun terus berlanjut dan bahkan sampai membentuk band bernama “Black and White” yang beraliran jazz. Band itu bertahan sampai tahun 1924, dan pada tahun yang sama WR Supratman pindah ke Surabaya untuk menjadi jurnalis di koran Kaoem Moeda. Kemudian pada 1926, WR Supratman yang menjadi jurnalis di koran Sinpo mulai aktif terlibat dalam pergerakan nasional di Jakarta.
Sebelum itu, dirinya sudah menciptakan lagu Indonesia Raya pada tahun 1924, saat masih berusia 21 tahun. Dan pada Kongres pemuda Indonesia ke-2 yang di gelar di Jakarta pada 27-28 Oktober 1928, lagu Indonesia Raya itu untuk pertama kalinya dinyanyikan di depan orang banyak. Orang yang mendengar lagu tersebut terkesima dan sejak itu lagu ini cepat menyebar di kalangan aktivis kemerdekaan.
WR Supratman kemudian berpindah-pindah tempat dari tahun 1930 sampai 1937 dan kemudian tinggal di Surabaya dalam keadaan sakit. Pada 7 Agustus 1938, dirinya di tangkap di Jalan Embong Malang Surabaya dan dijebloskan ke penjara Kalisosok. Dan pada 17 Agustus 1938, sang komponis besar ini meninggal di Jl Mangga 21 Surabaya dan dimakamkan di pemakaman umum Kapas di Jalan Kenjeran Surabaya. Beberapa karya terkenal WR Supratman selain lagu Indonesia Raya adalah Di tImur Matahari (1931), Bendera Kita Merah Poetih (1928), dan Raden Ajeng Kartini (1929). Selain lagu, WR Supratman juga menulis karya sastra berjudul Perawan Desa, Darah Moeda, dan Kaoem Panatik.
Secara resmi, Lagu Indonesia raya ditetapkan sebagai lagu Kebangsaan Republik Indonesia pada 26 Juni 1958 melalui Peraturan Pemerintah No 44 tahun 1958. Sedangkan hari lahir WR Supratman pada 9 Maret kini diperingati sebagai Hari Musik Nasional.
Sementara, WR Supratman yang sebelumnya dimakamkan di pemakaman Kapasan dipindah ke tempat ini pada tahun 1954. Dirinya meninggal dalam usia yang relatif muda, yaitu 35 tahun.
Mendatangi Kompleks makam WR Supratman ini bukan saja akan mempertebal “iman” kecintaan kita pada Tanah Air, namun juga mengerti bagaimana lika-liku perjuangan kemerdekaan dulu dilakukan tak hanya lewat bambu runcing, namun juga lewat banyak cara. Kemahiran WR Supratman dalam menggubah lagu memiliki peran tersendiri. Sebab dengan lagu yang dinyanyikan tersebut, para pejuang akan terkobar semangatnya untuk mengusir penjajah Belanda.
Hal itu yang juga bisa kita renungi saat mengunjungi Kompleks Pemakaman yang di dalamnya banyak ditumbuhi pohon kamboja ini. Dari sini kita bisa tahu bahwa peran lagu tak bisa diremehkan dalam perjuangan suatu bangsa untuk meraih kemerdekaannya. Mari datangi Kompleks makam WR Supratman yang sejalur ke arah jembatan Suramadu ini. Sambil menghayati perjuangan WR Supratman di kompleks pemakamannya tersebut, ingat juga pesan terakhirnya sebelum meninggal: “Nasibkoe soedah begini inilah jang disoekai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal, saja ichlas. Saja toch soedah beramal, berdjoang dengan carakoe, dengan biolakoe. Saja jakin Indonesia pasti Merdeka.” Ya, WR Supratman telah berjuang dengan caranya, dan tugas kita kini untuk melanjutkan mengisi kemerdekaan dengan peran kita masing-masing.
Satu pengetahuan lagi diperoleh para siswa yaitu mengenal lebih dekat siapa sejatinya pencipta lagu kebangsaan yang setiap pagi mereka nyanyikan.
-
there are no comments yet